Hal. 52
Ketika
Buku Dianggap Kuno
Oleh
Wahyu Widyaningrum*
Siapa
tak tahu cerita Harry Potter? Buku karya Joanne Kathleen Rowling atau lebih dikenal sebagai J.K. Rowling ini sudah sangat
mendunia. Tapi tahukan anda bahwa di
buku Harry Potter seri ke-5, penerbit buku di Kanada memutuskan memakai 100%
kertas daur ulang, artinya mereka membatalkan penebangan 39.320 pohon (Bobo,
Tahun XXXVII, 14 Mei 2009), luar biasa!
Tapi benarkah keberadaan buku saat sekarang ini
sudah dianggap ketinggalan jaman? Membaca buku itu kuno! Masing-masing pasti
punya jawabannya sendiri, bagaimana menurut anda?
Buku
dan pohon
Kata
buku sudah tak asing lagi di telinga kita. Buku adalah kumpulan kertas atau
bahan lain yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan
atau gambar (Wikipedia Bebas Indonesia). Bukupun punya pesaing, benarkah? Di
jaman yang sudah sangat canggih ini buku mulai dilibas dengan kehadirannya
dalam format digital. Begitu banyak media lain dengan segala kelebihan dan
kekurangaannya.
Di
awal tulisan kita bisa tertegun dan kaget ketika tahu sebuah buku best seller mencetaknya menggunanakan
kertas daur ulang. Ya, buku dan pohon memang tidak terpisahkan. Dari pohon
kertas dibuat, artinya, banyak pohon ditebang untuk pembuatan kertas! Jadi, setiap
pembuatan buku selalu punya andil dalam penebangan pohon. Hmm, padahal kita
tahu sekali saat ini baru gencar-gencarnya penanaman hutan kembali karena
banjir dan tanah longsor akibat hutan gundul. Penebangan pohon tanpa aturan
selalu menyisakan masalah yang proses pemecahannya membutuhkan waktu lama.
E-book
Jaman
semakin berkembang, sekarang kita mengenal e-book
atau buku elektronik. Buku elektronik ini menggunakan komputer, laptop, telepon pintar atau tablet untuk
membacanya. Barang elektronik dengan harga yang tidak murah. Pencuri sering
mengincar barang-barang tersebut. Jadi kita tidak bisa menaruhnya di sembarang
tempat. Kalau komputer mungkin hanya diam di satu tempat karena besar dan
beratnya, tapi laptop, tablet, telepon seluler yang canggih? Hati-hati teman,
ketinggalan di tempat umum 5 menit saja kemungkinan besar barang tersebut sudah
raib!
E-book disimpan di hard disk
komputer. Tergantung seberapa besar daya tampung hard disk tersebut. Semakin besar daya tampungnya, maka akan
semakin besar pula isi buku yang bisa disimpannya, begitu sebaliknya. Dan yang
pasti e-book ini tidak membutuhkan
pohon untuk pembuatannya. Hutan gundul tidak ada sangkut pautnya dengan e-book.
Buku vs e-book
Coba
anda perhatikan koleksi buku yang anda punya. Tiap beli satu buku, pasti
membutuhkan ruang untuk penyimpanannya. Satu demi satu, lama-lama buku
menggunung, butuh tempat yang luas agar buku tersimpan dengan sempurna. Tanpa
penyimpanan yang baik, buku bisa dimakan rayap, kena air hujan dari atap yang
bocor! Di daerah pegunungan dengan udara yang lembab, buku bisa jamuran kalau
kita sembarangan merawatnya.
Tidak
mungkin buku kita berkurang kalau kita tidak menguranginya sendiri. Misalnya
saja dengan memberikannya di perpustakaan atau dijual ke pengumpul kertas
bekas/buku bekas. Alhasil, buku kian menumpuk, tidak bisa tidak. Sedangkan e-book, tempatnya hanya hard disk, sangat sederhana, karena kecanggihnya.
Buku
bisa kita baca di mana saja, di bus, di kantor, di sekolah, di pinggir jalan
atau dimanapun yang anda sukai. Sambil duduk, tiduran, tengkurap, dengan
berbagai gaya, bebas! Simpel, aman dan tidak terlalu berat. Sedangkan e-book, kalau kita simpan di komputer,
tidak mungkin kita gotong kemana-mana, ya hanya di tempat, membacapun sambil
duduk, tidak mungkin sambil jalan-jalan. Kecuali e-book kita simpan di HP atau tablet, bisa sambil santai, tapi
tetap tidak sebebas kita membaca buku.
Membaca
buku atau e-book tetap membuat mata
capek. Hanya saja buku lebih aman karena tidak ada radiasinya. Tapi e-book, ada radiasi yang terpancar dari
layar monitor, yang berbahaya bagi mata kita. Jadi hati-hati dan tahu waktu
adalah jalan terbaik untuk membaca baik buku maupun e-book (Sumber: Bobo, Tahun XXXVII,
14 Mei 2009).
Media online
lainnya
Selain
e-book, kita kenal juga media online yang sangat banyak jumlahnya.
Kita bisa bebas memilih apa saja berita yang ingin kita ketahui, hanya sekali
klik, ribuan bahkan jutaan berita keluar di layar monitor. Akses media online benar-benar lebih cepat dibandingkan
media cetak. Hanya dalam hitungan detik, sebuah berita penting atau tidak
penting bisa langsung tersebar ke penjuru dunia. Bukan main!
Baik
buku, e-book ataupun media online yang lain selalu memberikan
nutrisi ilmu dan bekal baru buat pembacanya. Tergantung kita pandai memilah
apakah bermanfaat atau tidak. Teknologi yang semakin mutakhir akan terus
berkembang dengan cepat, kita harus selalu siap dengan hal-hal yang baru.
Apakah
buku akan lenyap karena dilibas media lain yang lebih canggih dan dianggap kuno?
Entahlah, waktu yang akan menjawabnya. Tapi bagaimanapun juga, menyayangi buku
dan merawatnya dengan baik adalah hal yang wajib kita lakukan, agar hemat
pastinya. Seperti rekan M. Rivan Fajrin dalam tulisannya di Buletin Pustaka
Edisi 19 Th IV, September 2013, disitu dikatakan bahwa ketika kita tidak mampu
merawat buku dengan sepenuh hari, kita cukup merawatnya dengan sepenuh hati. Karena
sejarah akan tetap mencatatnya sebagai sesuatu yang sangat berguna bagi umat
manusia. ^_^
*Dimuat di Buletin Pustaka
Volume V. No. 4, Desember 2013
Hal. 9
Karena Dia Bukan Malaikat
Oleh Wahyu Widyaningrum
Sumowono-Jawa Tengah
Bergiat di Komunitas Penulis Ambarawa, anggota IIDN
If love is blind
I'll find my way with you
Cause I can't see myself
Not in love with you
If love is blind
I'll find my way with you
(If
Love is Blind by Tiffany)
If
Love is Blind
Lagu lawas yang sempat hit jaman saya masih
SMP. Saya dapatkan kasetnya dari seorang teman (cowok tentunya) yang kata orang
naksir berat sama saya. Tapi karena tidak cinta, ya saya tolak perasaannya
secara halus. Walau kaset tetap saya terima dengan senang hati. Yang istimewa,
perhatiannya saya rasakan sampai beberapa tahun kemudian. Cinta memang buta,
tapi jangan pernah mau dibutakan oleh cinta.
Bukan cinta monyet jaman bahuela
yang akan saya ceritakan di sini. Ada kisah seorang rekan yang ingin saya bagi
buat anda, para pembaca Majalah Potret. Semoga bisa menginspirasi.
If
Jealous is Blind
Alkisah,
ada seorang suami yang bekerja sebagai ahli reparasi barang elektronik. Rumahnya
berfungsi sebagai kantor dan tempat kerja, berada di desa yang jauh dari kota
kecamatan. Ruang tamunya penuh dengan televisi, kulkas, tape ataupun kipas angin yang butuh perbaikan.
Karena
kerjanya bagus, banyak orang yang menjadi langganannya. Dari tingkat kepala
desa, sampai warga biasapun antre mereparasikan barang elektronik yang sudah
rusak. Si suami juga siap diundang ke pelanggan yang membutuhkannya. Dari
kampung ke kampung sampai dari kota ke kota. Desanya yang lumayan dekat dengan
daerah pariwisata membuatnya laris dipanggil hotel-hotel yang memerlukan
jasanya. Entah pemasangan AC, air panas, atau mamasang antena parabola. Semua
dijalaninya dengan penuh semangat.
Awalnya
semua berjalan baik-baik saja. Kebutuhan hidup istri dan kedua anak lelakinya
tercukupi dengan sempurna, berlebih malah. Tapi ada satu hal yang mulai
mengganjal pikirannya, sang istri mulai bersikap tidak biasanya.
Setiap
ada sms masuk, istrinya selalu curiga. Pertanyaan yang akan timbulpun sama.
Dari mana? siapa? mau apa? Si istri setia menunggui saat suami bercakap di
telepon, tentunya dengan muka kecut. Saat dibilang dari pelanggan, tidak ada
jawaban dari mulut sang istri, hanya muka semakin masam dengan wajah ditekuk.
Si
suami tak begitu memikirkannya, pekerjaannya sangat membutuhkan konsentrasi
penuh. Panggilan yang membuatnya harus bekerja cepat sangat dibutuhkan para
pengguna jasanya.
Hingga
suatu saat, si suami mau membuka internet dan si istri melarangnya. Si suami
yang masih bersabar menerangkan, bahwa dia butuh koneksi intenet untuk
mengetahui beberapa kode elektronik merk TV yang rusak. Si istri tidak percaya,
malah terjadi adu mulut yang diakhiri bantingan pintu kamar. Alasannya sangat
standar, dari buka situs porno, janjian kencan sampai janjian sama pegawai hotel.
Pekerjaan jadi terbengkalai dan pelanggan murka karena barang elektroniknya
tidak selesai sesuai janji.
Si
suami masih sabar, walau tingkah lakunya semakin aneh saja. Larangan tak boleh
ini itu semakin menjadi teror suami setiap harinya. Sampai pada akhirnya si
suami curhat. Pelanggan banyak yang lari karena janji tidak ditepati dan
keuangan menurun. Pada klimaksnya, suami bertanya pada istrinya kenapa dia
berubah dan masih adakah cinta diantara mereka? Jawabannnya? Sang Istri masih
teramat sangat mencintainya!
Love
vs Jealous
Curahan
seorang suami yang sudah pada taraf putus asa tampak dari kisah di atas.
Entahlah apa yang ada dalam pikiran sang istri. Bisa kita simpulkan, cemburu
adalah jawaban dari semuanya. Cinta buta plus
cemburu tanpa alasan yang jelas! Tak sedikit orang yang mengalaminya.
Padahal masih cinta mati lho!
Pernahkah
kita merasa kesal hanya karena pasangan kita ngobrol dengan perempuan lain?
atau karena sms nyasar ke ponselnya? Ada sebersit rasa tidak suka atau tidak
nyaman di hati kita. Cemburu, tapi persennya masih sangat kecil. Kecil, pada
saatnya membesar menjadi bom waktu yang dahsyat sekali. Kekhawatiran yang
berlebih akan meracuni diri kita sendiri.
Cemburu
memang perlu, tapi pada kapasitas tertentu. Saling percaya dan komunikasi
adalah benteng utama untuk kelanggengan sebuah hubungan. Cinta dan benci itu
jaraknya tak lebih dari satu milimeter, beda dengan cinta dan cemburu, mereka
berkawan sangat akrab.
Bersyukurlah
memiliki pasangan punya kesabaran dobel tujuhbelas, emosi bisa diredam dan tak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Di luar sana, banyak kisah tragis yang
membuat mata saya merem, walau telinga tetap mendengar dengan sempurna. Sangat
miris mendengar talak mudah diucap kepada pasangannya. Menjadi ringan tangan,
karena cemburu yang berlebihan.
Dia Bukan Malaikat
Tiga
hari yang lalu, TV saya rusak terkena petir, saya meminta si ahli reparasi
untuk mampir ke rumah. Alhamdulilah,
rekan yang saya ceritakan dalam kisah di atas bisa datang. Mukanya terlihat
cerah, penuh energi baru yang tidak bisa diungkapkan. Disela kesibukannya
memperbaiki TV, berceritalah ia.
“Perempuan
memang tidak bisa ditebak, cinta yang menggebu, cemburu tanpa arah. Saya hanya
bilang padanya, kalau masih cinta, berubahlah sebelum semua menjadi api yang
akan membakar kita sendiri. Saya juga manusia biasa, bukan malaikat!”
Deg!! Jantung saya serasa berhenti
berdetak. Tak pernah terpikir ia bisa menyusun kalimat seindah itu buat
istrinya, tanpa melukai perasannya yang sangat sensitiv. Ya, cinta dan cemburu
buta sering menimbulkan masalah. Tapi sangat tidak etis menuntut pasangan kita
menjadi sempurna, karena dia juga manusia, bukan malaikat.
*Dimuat di Majalah Potret
Edisi 72 Tahun XI/2014
Hal. 48
Perempuan dan Bencana
Oleh Wahyu Widyaningrum
Siaga
bencana menjadi berita utama di banyak media, baik media online, media cetak maupun televisi. Sudah jatuh, tertimpa tangga,
sudah diterjang banjir dan tanah longsor, diguncang gempa bumi pula (Tjahyo kumolo,
Suara Merdeka, Sabtu, 1 Februari 2014). Bagaimana kiprah, semangat dan ribetnya
perempuan dalam bencana yang tidak bisa ditebak ini?
Bencana, lagi dan lagi
Bencana
tak seolah tak lepas dari bumi pertiwi. Dari awal Januari sampai hari ini,
masih banyak PR tentang bencana yang belum terselesaikan. Mulai dari meletusnya
gunung Sinabung, yang telah lima bulan lebih bererupsi, banjir Jakarta yang
melebihi tahun-tahun sebelumnya, juga banjir Pantura, Pekalongan, dan beberapa
wilayah lainnya. Di daerah Pati, Jawa Tengah, ketinggian air mencapai 2 meter
lebih, banyak rumah yang hanya tinggal pucuk atap saja, seperti yang terjadi di
Doropayung, Juwana.
Tanah
longsor terjadi di Semarang serta beberapa wilayah lain. Banjir dan longsor
belum usai, gempa berkekuatan 6,5 skala richter mengguncang daerah selatan Jawa
Tengah, yaitu Banyumas, Kebumen, Cilacap, Purworejo serta Magelang. Kejadian
yang beruntun dan tidak bisa dielakkan.
Sebenarnya
kita sudah sangat akrab dengan yang namanya bencana, misalnya saja gempa
Yogyakarta 2006, tsunami Aceh 2004, erupsi Gunung Merapi 2010. Bencana-bencana
itu merenggut banyak korban jiwa. Bencana memang datang tak diundang, tapi mau
tidak mau kita harus siap menghadapinya.
Sudah
banyak yang dilakukan untuk penanggulangan bencana ini, khususnya banjir. Tapi
belum dirasakan manfaatnya sampai detik ini. Apalagi di perkotaan yang penuh
dengan penduduk, dengan gaya hidup bermacam ragam. Kebersihan yang kurang
terjaga, membuang sampah sembarangan, sampai-sampai daerah resapan air yang
pohonnya dilibas untuk pemukiman atau mall.
Efeknya
memang tidak langsung kentara, tapi di kemudian hari akan sangat membahayakan
masyarakat. Benarkah hujan sebagai faktor utama? Mungkin harus diingat bahwa
pohon-pohon yang ditebang tanpa aturan yang jelas membuat daerah resapan air
berkurang dan bencana siap mengintip.
Perempuan dalam bencana
Perempuan,
tak pernah lepas juga dari bencana. Dalam setiap berita tentang bencana, lansia, anak-anak dan perempuan selalu
diutamakan serta didahulukan ditolong dibanding laki-laki. Ribuan cerita
tentang perempuan selalu tergambar jelas setiap bencana datang menerjang.
Kita
sadar betul, fashion dan kecantikan
serta ubo rampenya tak pernah lepas dari perempuan. Dalam keadaan bencanapun, perempuan
juga lebih ribet dibanding dengan laki-laki.
Pada
gempa Yogyakarta, ada satu cerita yang menggelitik dari teman bahwa di barak
pengungsian, stok pembalut wanita sangat minim. Kodratnya perempuan, datang bulan
merupakan siklus yang sangat normal untuk usia produktif. Kurangnya pasokan
pembalut wanita jelas membuat kepanikan. Biasanya toko juga sudah diserbu
pengunjung, barang menjadi langka. Tapi, bencana datang, siapa yang mampu
menolaknya?
Ada
lagi telepon dari teman waktu gempa Yogyakarta, ia sangat membutuhkan diapers
untuk anaknya yang masih balita. Yups, bencana memang membuat apa yang bisa
mudah didapat, mendadak sulit didapat di pasaran, kalau adapun harganya akan
melambung tinggi.
Perempuan
yang sedang mengandung, akan sangat berbahaya dalam lingkungan bencana, apalagi
dalam barak pengungsian. Psikisnya pasti akan terganggu. Perasaan dan
kekhawatiran seorang perempuan yang sedang mengandung jelas berdampak buruk
pada janin yang dikandungnya. Bencana apapun dan dimanapun, perempuan hamil
sangat diutamakan untuk segera diberi pertolongan waktu membutuhkan.
Perempuan
dalam bencana, seorang perempuan mempunyai bayi yang masih membutuhkan asi.
Mereka harus tercukupi kebutuhan gizinya, tempat menyusui juga sangat darurat,
dimanapun jadi. Semua bisa maklum, tapi ini pasti juga sangat tidak nyaman. Bencana
memang membuat banyak masalah, tapi kita harus bisa menghadapi dan mencari
solusi terbaik.
Peran perempuan
Siapa bilang perempuan hanya
ongkang-ongkang kaki saat bencana datang? Tidak sama sekali. Mereka yang masih sehat
dan mampu berbagi dengan sesama akan menolong semampu mereka.
Bencana
datang menghadang, perempuan juga punya peran yang sangat besar lho. Banyak
perempuan menjadi tenaga medis, baik dokter maupun perawat. Mereka bisa lebih
sabar dalam menghadapi warga yang membutuhkan pertolongan. Pada beberapa kasus,
perempuan juga bisa dengan telaten menangani anak-anak yang trauma akibat
bencana alam. Yang pasti kesabaran mereka sangat bisa diandalkan dalam kondisi apapun.
Banyak
pula perempuan yang siaga menjadi relawan. Mereka bekerja tanpa lelah dan tanpa
kenal waktu, sungguh besar sekali jasanya. Perempuan identik dengan kata lemah,
hanya menjadi konco wingking suami
(bagi yang sudah bersuami). Tapi jangan salah, perempuan bisa sangat tegar
dalam mengahadapi apapun. Bencana, tak membuat mereka berkeluh kesah apalagi
meratap. Pada dasarnya kekuatan jiwa perempuan tak kalah dengan laki-laki.
Padahal
kita tahu semua, kala bencana mulai sedikit saja teratasi, perempuan kembali
dihadapkan masalah baru, yaitu harga-harga yang mahal. Khususnya ibu rumah
tangga, akan pusing tujuh keliling memikirkan sembako yang menjulang harganya.
Gas elpiji yang harganya tentu saja mengerikan, karena distribusi ke lokasi
bencana sangatlah tidak mudah. Tapi, perempuan tetap harus bisa melakukan
sesuatu untuk tetap bisa memberi makan sang anak. Tak ada rotan, akarpun jadi.
Perempuan
memang kurang simple dalam segi apapaun, tapi merekalah yang bisa mengandung
para tunas bangsa ini. Bencana alam, hanya sentilan dari Sang Khalik agar kita
bisa lebih memahami alam. Mengerti jiwa, rasa, keinginan dan cinta alam kepada
kita. Dengan begitu, alam akan menjadi sahabat sejati. Seperti sosok perempuan,
yang selalu menjadi sahabat terbaik buat para penerus bangsa dari lingkup
terkecil, yaitu keluarga. Kekuatan perempuan dalam bencana, ketangguhannya tak
bisa diragukan lagi. Jadi tak ada kata lain, majulah perempuan Indonesia!
*Dimuat di Majalah Potret
Edisi 73 Tahun XI/ 2014
Hal.12